Menurut
Jensen dan Meckling (2006), agency theory
adalah sebuah kontrak antara manajer (agent)
dengan pemilik (principal).Agar
hubungan kontraktual ini dapat berjalan dengan lancar, pemilik akan
mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer. Perencanaan kontrak
yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan manajer dan pemilik dalam hal konflik
kepentingan inilah yang merupakaan inti dari Agency theory.Namun, untuk menciptakan kontrak yang tepat merupakan
hal yang sulit diwujudkan.Oleh karena itu, investor diwajibkan untuk memberi
hak pengendalian residual kepada manajer (residual
control right), yakni hak untuk membuat keputusan dalam kondisi-kondisi
tertentu yang sebelumnya belum terlihat kontrak.
Dalam teori keagenan, manajer
didefinisikan sebagai agent dan
pemegang saham sebagai principal.Dalam
hal ini, para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan atau principal mendelegasikan wewenang
pembuatan keputusan dalam perusahaan kepada manajer yang merupakan agent para pemegang saham (Solomon,
2007).
Pendelegasian
wewenang pengelolaan perusahaan dari principal
kepada agent dipandang perlu untuk
mencapai sistem pengelolaan perusahaan yang independen dan
professional.Sebagaimana diketahui bahwa independensi merupakansalah satu
komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai sistem tata kelola perusahaan yang
baik. Dengan sistem tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan standar good corporate governance perusahaan
akan mampu mencapaikinerja yang unggul.
Teori keagenan dilandasi oleh beberapa
asumsi (Eisenhardt, 1989 dalam Emirzon, 2007).Asumsi-asumsi tersebut dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian,
dan asumsi informasi.Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki
sifat mementingkan diri sendiri (self-interest),
manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan manusia
selalu menghindari resiko (risk adverse).Asumsi
keorganisasianadalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai
kriteria efektifitas dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent.Asumsi
informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang dapat
diperjualbelikan.
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia dijelaskan bahwa
masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri
sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prisipal dan agen.Pihak pemilik
(principal) termotivasi mengadakan
kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu
meningkat. Sedangkan manajer (agent)
termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan ekonomi dan psikologinya antara lain
dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Dengan
demikian, terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan di mana
masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat
kemakmuran yang dikehendaki.
Permasalahan yang timbul akibat adanya
perbedaan kepentingan antara principal dan agent disebut dengan agency problems.Salah satu penyebab
agency problems adalah adanya symmetric
information.Asymetric information
adalah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agen,
ketika principal tidak memiliki
informasi yang cukup tentang kinerja agen sebaliknya, agen memiliki lebih
banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara
keseluruhan (Widyanigdyah, 2001)
Jensen
dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah :
a. Moral hazard,
yaitu permalahan muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati
bersama dalam kontrak kerja.
b. Adverse selection,
yaitu suatu keadaan di mana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu
keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang
diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar